Jakarta, INVENTORI.CO.ID – Perseteruan kepengurusan dua kubu Association of Indonesian Tours and Travel Agencies (Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia/ASITA) semakin memanas. Upaya banding pun dilakukan atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas perkara nomor 229/G/2021/PTUN. JKT tertanggal 26 april 2022 yang mengabulkan gugatan Perkumpulan Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (NR Cs) atau disebut kubu Rusmiati.
“Memori banding sudah dibuat dan disampaikan tertanggal 10 Juni 2022. Jadi putusan itu belum inkracht (berkekuatan hukum tetap. Ini ada salah makna dari berita yang menyebutkan PTUN mensahkan dengan menyebutkan doktor Rusmiati sebagai Ketua Umum ASITA,” kata Ketua Umum DPP ASITA kubu Artha Hanif sambil menunjukkan sebuah berita di media online.
Dia menjelaskan, putusan itu berkaitan dengan akta pendirian nomor 01/2020 juncto akta nomor 153/2021 merupakan produk hukum dari Ditjen AHU Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). “Kemenkumham sebagai tergugat sudah mengajukan banding. Kami sebagai tergugat intervensi juga sudah mengajukan banding. Jadi, masih panjang prosesnya,” tuturnya.
Dia mengaku, ASITA berdasarkan akta pendirian nomor 01/2020 melaui akta pendirian nomor 153/2021 adalah perkumpulan yang sudah terlebih dahulu mendaftarkan singkatan ASITA kepada kemenkuham. “Baru ASITA berdasarkan akta nomor 30/2016 yang belakangan mendaftarkan perkumpulannya menjadi ASITA dan oleh karena tidak dapat di terima oleh Kemenkumham maka pengajuan gugatan melalui PTUN. Padahal perlu diingat ASITA ini sudah ada sejak tahun 1971 dan sebelumnya sudah ada Munaslub,” aku dia.
“Keputusan Majelis hakim PTUN, kami nilai atau anggap salah dan keliru dengan memberikan pertimbangan hukum dan bukti hukum yang kami ajukan dalam persidangan. Keputusan PTUN itu perlu dibatalkan pada tingkat banding berikutnya.,” tambah Artha Hanif
Dia menegaskan, memori banding ini untuk menyampaikan keberatan atas pertimbangan majelis hakim belum sesuai dengan prinsip keadilan. “Hakim PTUN seharus perlu memahami isi dan tujuan Pasal 4A ayat (2) Permenkumham Nomor 03 Tahun 2016 tentang cara pendaftaran perkumpulan yang bertujuan melindungi organisasi masyarakat yang duluan mendaftar nama atau singkatan Perkumpulannya, sehingga perlu mendasjan kepada UU Ormas,” jelasnya.
Ketua ASITA DPD DKI Jakarta Hasiyanna S Ashadi memberikan penjelasan laporan dugaan pidana kepada Rusmiati ketika dulu menjabat pucuk pimpinan kepengurusan DPP ASITA. “Selama satu periode DPD DKI Jakarta sudah memberikan iuran sebesar Rp100 juta setahun. Tetapi, dalam satu periode itu hanya ada sekali laporan pertanggungjawaban. Yang empat tahun (Rp400 juta) tak ada laporannya. Jadi, ada dugaan penggelapan. Ini salah satu dugaan pelanggaran pidananya,” tutup Hasiyanna. (FEB/Nap)