L’Oréal Indonesia Ungkap Korelasi Positif Kecantikan dan Kesehatan Mental di Acara ‘Beauty That Moves’

0
L’Oréal Indonesia menggelar acara "Beauty That Moves" bertema Mental Health Matters. /Foto: L’Oréal Indonesia

JAKARTA, inventori.co.id – Isu kesehatan mental semakin mendesak. Data terbaru dari Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) menunjukkan angka yang mencemaskan: 15,5 juta (34,9%) anak remaja Indonesia mengalami masalah kesehatan mental.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahkan memprediksi anxiety dan gangguan mental lain dapat menjadi “pandemi berikutnya” pada 2030.

Menanggapi krisis yang tersembunyi ini, L’Oréal Indonesia mengambil langkah berbeda. Dalam peringatan Hari Kesehatan Mental Dunia, mereka menggelar acara “Beauty That Moves” bertema Mental Health Matters, yang tidak hanya membahas isu terkini, tetapi juga menyoroti kaitan erat antara kecantikan dan kesehatan psikis.

Kecantikan Bukan Sekadar Estetika, Tapi Proteksi Psikis

Chief of Corporate Affairs, Engagement and Sustainability L’Oréal Indonesia, Melanie Masriel menjelaskan bahwa bagi perusahaannya, kesehatan mental adalah inti dari bisnis.

“Keinginan untuk looking good melalui produk kecantikan sangat berkaitan dengan kebutuhan untuk feeling good. Kecantikan memiliki kekuatan untuk menenangkan, memberikan proteksi psikis, hingga mengekspresikan diri,” ujar Melanie dinukil dari siaran pers L’Oréal Indonesia, Senin (13/10/2025).

Klaim ini didukung riset. Survei NielsenIQ tahun 2025 menunjukkan 69% konsumen Indonesia menilai kesehatan emosional dan mental jauh lebih penting dibandingkan lima tahun lalu. Namun ironisnya, 48% masih kesulitan mengakses dukungan profesional.

Menurut Karina Negara, Psikolog & Co-Founder KALM, hambatan utama anak muda mencari bantuan profesional adalah 3M: Mahal, Malu (stigma), dan Macet (aksesibilitas).

Inisiatif Revolusioner L’Oréal: Menghapus 3M di Tempat Kerja

Sejalan dengan visi ‘Menciptakan Kecantikan yang Menggerakkan Dunia’, L’Oréal Indonesia menciptakan ekosistem wellbeing yang menyeluruh, dimulai dari internal perusahaan.

1. Budaya Kerja Simplicity 2: Lawan Burnout

L’Oréal merevolusi budaya kerja dengan program Simplicity 2: Disconnection and Mindful Working. Inisiatif ini dirancang untuk melawan digital fatigue dan kelelahan:

  • Monday Morning Warm Up (08.00-12.00): Waktu bebas rapat di Senin pagi, dikhususkan untuk fokus menyusun prioritas kerja.
  • 45 Minutes of Meeting: Pembatasan durasi rapat untuk efektivitas dan fokus.
  • Disconnection: Dorongan untuk benar-benar beristirahat dari layar setelah jam kerja.

2. Careline dan Konseling Rahasia 24/7 untuk Karyawan

Melalui Employee Assistance Program, karyawan L’Oréal dapat mengakses dukungan holistik, termasuk:

  • Digital Coaching: Konsultasi rahasia dengan Psikolog, Ahli Gizi, hingga Financial Advisor via aplikasi Naluri.
  • Counselling Support 24/7: Layanan konseling dengan psikolog profesional, mengatasi tantangan 3M (gratis dan rahasia).
L’Oréal Indonesia menggelar acara “Beauty That Moves” bertema Mental Health Matters. /Foto: L’Oréal Indonesia

Kepedulian Meluas: Head Up dan Maybelline Brave Together

L’Oréal tak berhenti pada karyawan. Mereka mengakui bahwa 65% hairdresser secara global melaporkan masalah kecemasan atau depresi akibat tekanan pekerjaan.

  • Head Up: Program kesehatan mental global pertama yang ditujukan untuk hairdresser. Di Indonesia, program ini telah memberikan pelatihan dan dukungan kepada lebih dari 2.300 hairdresser, membantu mereka membangun ketangguhan mental.
  • Maybelline Brave Together: Inisiatif brand Maybelline ini berfokus pada konsumen muda. Sejak 2022, program ini telah memberikan dukungan kepada lebih dari 100.000 orang melalui pelatihan dan menyediakan 70.000 sesi konseling rahasia bersama KALM, dengan misi menghapus stigma dan mempermudah akses.

Melanie Masriel menutup dengan harapan: “Upaya untuk menjaga kesehatan mental seseorang butuh peran dari berbagai pihak. Kami berharap upaya kami bagi karyawan, mitra bisnis, dan konsumen dapat menjadi inspirasi bagi semua pihak untuk turut berperan dalam membantu mengatasi isu kesehatan mental, mengeliminasi tiga tantangan; stigma, aksesibilitas, hingga biaya.”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here