Jakarta, INVENTORI.CO.ID – Mendapat sorotan dan dinilai riskan (berisiko) dari Komisi II DPR RI, KPU menyatakan membatalkan rencana penerapan metode penghitungan suara dua panel dalam tiap TPS pada Pemilu 2024. Dengan begitu, KPU tetap akan menggunakan model penghitungan suara seperti pada Pemilu 2019.
“KPU membatalkan rencana penggunaan metode panel dalam penghitungan suara, mempertimbangkan hasil rapat konsultasi di DPR,” ujar Ketua Divisi Teknis KPU RI Idham Holik kepada wartawan, Kamis (21/9/2023).
Perlu diketahui, metode penghitungan suara dua panel di tiap TPS mulanya diusulkan KPU untuk menekan beban dan risiko kerja Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di tempat pemungutan suara (TPS), sehingga menimalisir jatuhnya korban seperti pada Pemilu 2019. KPU juga telah menggelar simulasi penghitungan suara dua panel itu dengan hasil penghitungan lima surat suara lebih cepat selesai.
Namun, berdasarkan hasil rapat konsultasi di DPR, KPU urung menerapkan metode tersebut. KPU tetap menggunakan model penghitungan suara pada Pemilu 2019.
“Proses penghitungan suara sama seperti yang pernah dilakukan pada penghitungan suara pada Rabu 17 April 2019 lalu. Dimana hanya ada satu panel yang secara berurutan dihitung dan diberita acarakan hasil penghitungan suara tersebut dimulai dari pemilu presiden dan wakil presiden, pemilihan DPR RI, pemilu anggota DPD, pemilu anggota DPRD Provinsi dan pemilu anggota DPRD Kabupaten/Kota. Rangakaiannya demikian,” jelasnya.
Meski begitu, pembatalan penghitungan metode dua panel ini juga bakal memperhitungkan keamanan dan kesehatan akibat beban kerja penyelenggara pemilu yang berat. Idham menuturkan, KPU bakal menyiapkan sejumlah antisipasi seperti melaksanakan pemeriksaan kesehatan hingga melakukan bimbingan teknis.
“Tentunya KPU pertama memastikan penyelenggara badan ad hoc (sementara) dalam hal ini anggota KPPS yang kami rekrut itu dalam kondisi sehat dan tidak memiliki komorbid, dan kami akan berkoordinasi dengan lembaga-lembaga otoritatif berkaitan dengan pemeriksaan kesehatan publik,” papar dia.
“Selain itu kami berikan pelatihan kepada seluruh anggota KPPS karena kita ketahui biasanya atau pada umumnya apabila seorang pekerja itu memiliki kemahiran atau kehandalan dalam bekerja, maka tugas-tugas mereka akan menjadi tidak hanya lebih ringan, tetapi juga lebih cepat dalam menyelesaikan pekerjaan mereka,” imbuhnya.
Sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat Rabu malam, Komisi II DPR menilai metode penghitungan suara secara paralel itu tak diterapkan di Pemilu 2024. Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia menilai simulasi metode penghitungan dengan panel cukup rumit dan berpotensi ricuh akibat pemisahan sistem penghitungan suara di tiap TPS yang terbilang kecil (sempit).
“Kalau dua panel nanti bisa bikin bingung, termasuk apakah partai bisa menyiapkan dua saksi. Rasanya agak khawatir kalau malah penghitungan dua panel di satu TPS yang kecil. Apalagi saat ini, sudah ada perbaikan misalnya jumlah pemilih dalam satu TPS yang berkurang dari dulu sekitar 800-an sekarang tinggal hanya 300 pemilih dalam satu TPS. Lalu, ada tes kesehatan bagi petugas penyelenggara pemilu serta intensif yang naik. Semoga hal ini tidak mengulang banyaknya petugas penyelenggara pemilu yang meninggal seperti Pemilu 2019 lalu,” ungkap Doli.
Akan tetapi, Doli merasa tak masalah usulan itu diterapkan di pemilu selanjutnya dengan persiapan lebih matang. “Belum lagi nanti Bawaslu mengawasinya gimana ya kan, sementara ‘resources’-nya terbatas. Kalau saya mungkin di waktu yang akan datang dengan sosialisasi, terus segala macam tuh, bisa jadi ini menjadi jawaban untuk tadi itu ya, membuat waktu yang lebih efisien dan bisa dipersiapkan pada pemilu setelah 2024,” urainya.
Menanggapi hal tersebut, dalam RDP, Anggota Bawaslu Herwyn JH Malonda yang mewakili Ketua Bawaslu menyatakan dengan satu Pengawas TPS di tiap TPS, maka akan menyulitkan proses pengawasan penghitungan suaranya. “Jika dua panel karena hanya satu Pengawas TPS, maka akan sulit melakukan pengawasan. Kami menyarakankan agar misalnya bisa menambah perekrutan tenaga pengawas ad hoc agar bisa maksimal melakukan pengawasan penghitungan suara dua panel yang diajukan KPU,” sebutnya. (R-17)