Saat ini PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero, mengalami kelebihan beban produksi listrik yang cukup signifikan hingga lebih dari 60 persen. Over kapasitas produksi tersebut berpotensi naik seiring beroperasinya pembangkit proyek 35 ribu megawatt (MW) di sistem Jawa, Madura, Bali (Jamali) yang pasokan daya listriknya saat ini sudah berlebih. Lantas pilihan apa yang diambil PLN dalam mengatasi beban produksi tersebut?
Menurut Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN, Bob Saril, kelebihan pasokan tersebut bisa jadi modal bagi pelaku usaha di Indonesia untuk meningkatkan investasi. “Karena memang sengaja melimpah, sehingga investor tidak ragu-ragu lagi kalau mereka butuh listrik. Berapa kebutuhannya? 100 MW? Oke kami layani,” kata Bob, dalam konferensi pers virtual, Rabu (13/10).
Hingga September 2021, konsumsi listrik tercatat sebesar 187,78 terawatthour (TWh) dan penjualan listrik PLN diproyeksikan bakal terus meningkat menembus 252,51 TWh hingga akhir 2021, atau tumbuh sebesar 4,71 persen dibanding tahun lalu.
Untuk mengenjot penyerapan pasokan listrik yang ada saat ini, PLN terus menggiatkan strategi intensifikasi dan ekstensifikasi pada pelanggan eksisting. Misalnya, pelanggan yang sebelumnya di rumah menggunakan tungku untuk menanak nasi kini bisa beralih menggunakan rice cooker listrik.
Sementara pelanggan yang menggunakan kompor LPG kini bisa beralih menggunakan kompor listrik. Selain lebih aman, Bob menjamin, peralatan listruk yang digunakan pelanggan bisa lebih hemat.
Sedangkan untuk ekstensifikasi yakni dengan mengajak industri-industri yang selama ini menggunakan pembangkit sendiri untuk beralih menggunakan listrik PLN.“Tadinya industri punya pembangkit sendiri, mending sekarang fokus mikirin untuk mengembangkan usahanya. Untuk listriknya serahkan saja ke PLN yang ahlinya,” ujar Bob.(NUB)