Jakarta, INVENTORI.CO.ID – Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mendapatkan penghargaan Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) dalam kategori Penerimaan Pengaduan Konsumen Terbanyak dari Sektor Perumahan. Wakil Ketua BPKN Rolas Sitinjak menyebut hal tersebut sebagai kado terindah di akhir kepemimpinan BPKN periode keempat (2017-2020) yang telah tiga kali berturut-turut mendapatkan rekor MURI.
“Ini menjadi kado terindah masa akhir bakti periode keempat tahun 2017-2020. Jabatan terakhir periode keempat 2017 – 2020 yang bulan ini akan demisioner,” ungkapnya dalam webinar berjudul Dinamika Pengaduan Konsumen Sektor Perumahan, Rabu (19/8/2020).
Penghargaan rekor MURI ini juga telah berlangsung selama tiga kali berturut-turut sejak 2017. Menurut Rolas, sejauh ini memang pengaduan konsumen dari sektor perumahan sampai saat ini masih menduduki peringkat pertama. Dari 3269 total pengaduan yang masuk per-tanggal 4 Agustus 2020, tercatat hingga 74,03% adalah pengaduan konsumen perumahan baik itu rumah tapak maupun rumah vertikal.
“Dengan jumlah pengaduan perumahan yang mencapai 2420, BPKN mendapatkan penghargaan dari MURI. Hal ini sebagai bukti kepercayaan masyarakat kepada BPKN,” ungkap advokat yang lima kali memenangkan gugatan terhadap Lion Air atas penelantaran konsumen.
Rolas yang kembali terpilih menjadi komisioner BPKN masa bakti 2020-2023 ini menegaskan, Negara belum hadir sepenuhnya melindungi sektor perumahan meski sudah ada amanat dalam Pasal 28 UUD 1945 yang menyatakan rumah adalah salah satu hak dasar rakyat.
“Permasalahan perumahan masih saja terus bergulir, dari permasalahan mengenai fasos-fasum, sertifikat, IMB, AJB, dan masih banyak permasalahan lainnya yang terkait pengabaian konsumen bidang perumahan.
Tokoh perlindungan konsumen ini meyakinkan, 75 tahun Indonesia merdeka masih menyisakan pengabaian hak rumah bagi rakyatnya. Dalam catatan Doktor Ilmu Hukum dari Universitas Trisakti Jakarta ini paling banyak aduan atas kelalaian pelaku usaha yang tidak menyelesaikan pembangunannya tepat waktu. “Kedua adalah masalah pembiayaan, banyak sekali ternyata perbankan yang membiayai rumah bodong dan tidak diketahui konsumen hingga rumah itu lunas,” tegasnya.
Rolas bercerita, banyak pengaduan konsumen di mana konsumen sudah lunas mencicil perumahan yang dibiayai oleh pihak perbankan ternyata tidak dapat diserahkan kepada konsumen. Lantas developer dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan atas adanya gugatan pihak ketiga kreditur lain. “Ini menjadi masalah lagi,” tuturnya.
Dia menjelaskan hal yang harus dilakukan oleh konsumen sebelum memutuskan untuk membeli produk properti adalah mengecek status dokumen secara langsung ke Kantor Administrasi Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) setempat. Apabila diketahui sertifikat dari properti yang akan dibeli sedang diagunkan dia memberi nasihat agar tidak membelinya.
“Sebanyak 60-70 persen developer itu membangun proyeknya dengan pinjaman. Bisa saja pinjaman itu diperoleh dari mengagunkan sertifikat rumah atau tanah yang mereka jual. Hal ini juga berlaku untuk apartemen. Untuk itulah BPKN dan lembaga lain hadir atas nama Negara memberikan perlindungan kepada rakyat,” ungkapnya. (Febri)