Jakarta – M Solihin selaku Kuasa hukum dari jajaran direksi dan komisaris PT Amoeba Internasional dengan tegas mempertanyakan penetapan tersangka atas kliennya yang menjalankan investasi Qnet dengan bisnis multi level marketing (MLM). Penetapan tersangka kesembilan orang yakni: Gita Hartanto, Tri Hartono, Deni Hartoyo, Yeni Purwati, Ratna Kusuma Dewi, Edi Yusuf, Ahmad Junaedi, Anshori, dan Kristian Ali Wafa oleh Polres Lumajang dia anggap bagai dipaksakan dan masih dipertanyakan lokasi wilayah pengakan hukumnya.
Menurutnya, kliennya, terutama Gita Hartanto sebagai Direktur Utama PT Amoeba Internasional sudah pernah diperiksa jajaran Polda Jawa Timur (Jatim) dan penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtidtipeksus) Bareskrim Mabes Polri. Tepatnya, pada 6 Oktober 2017 Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jatim mengeluarkan surat Nomor S.Tap/X/2017/Ditreskrimsus tentang Penghentian Penyidikan atas nama Gita Hartatano sebagai terlapor karena bukan pelanggaran tindak pidana.
“Ada pula surat pemberitahuan penghentian penyidikan Nomor B-27/VIII/RES.2.5/2018/Dittipideksus tertanggal 1 Agustus 2018 yang menyatakan klien saya tidak melakukan tindak pidana. Ini langsung dari penyidik Bareskrim Mabes Polri,” sebutnya di Jakarta, kemarin.
Menurutnya, pasal yang disangkakan yakni Pasal 105 dan Pasal 106 UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan tentang tuduhan piramida. Solihin mengklaim tuduhan pasal ini pula yang sudah dilakukan Polda Jatim dan Dirtidtipeksus Bareskrim Mabes Polri.
“Dasar hukum apa Polres Lumajang melanjutkan perkara yang sudah dihentikan. Menurut aturan, harus ada novum (bukti baru) yang bisa diperlihatkan kepada kami. Sementara ini, klien kami tidak tinggal di Lumajang dan para saksi tidak tinggal di Lumajang. Tentunya akan kita akan kita tanyakan tentang locus delicti (lokasi) apakah berada di daerah Lumajang,” jelas Solihin.
“Perkara ini terlihat seperti dipaksakan. Sebagaimana kita ketahui, mereka yang sudah dilakukan penyelidikan dan penyidikan dalam perkara yang sama sudah ditangani,” tambahnya memberi penegasan.
Selain itu, Solihin melihat kasus penanganan ini oleh Polres Lumajang sebagian akibat pelarangan dari OJK. “Kalau kasuistik hanya terjadi di Lumajang, apakah OJK berwenang untuk bisa melarang PT Amoeba Internasional karena tidak terjadi secara masif di seluruh Indonesia. Mereka yang tidak berhasil hanya sekitar enam orang yang tentu bukan karena mereka juga pelaku bisnis. Yang berhasil malah dinyatakan sebagai tersangka atau pelaku,” tuturnya.
Sebelumnya, Kapolres Lumajang AKBP M Arsal Sahban, Senin (4/11/2019) menyatakan telah menetapkan 12 tersangka dalam tindak pidana penipuan investasi dengan pasal yang dipersangkakan yaitu penipuan, perdagangan tanpa izin, mendistribusikan barang dengan skema piramida dan mengedarkan alat kesehatan tanpa izin edar dari Kementerian Kesehatan. Di mana, Tim Cobra Polres Lumajang telah melakukan penggeledahan di kantor PT QNet, Sona Topas Tower lantai 15, Jalan Jenderal Sudirman, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2019).
“Bisnis skema piramida yang dijalankan oleh perusahaan Q-NET, termasuk PT Amoeba Internasional sudah sangat banyak mengakibatkan korban berjatuhan. Para korban banyak yang harus menjual harta bendanya seperti jual sawahnya, jual sapinya dan harta benda lainnya,” sebut Arsal.
Sedangkan Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing mengungkapkan, Qnet ini merupakan entitas yang menjalankan bisnis multi level marketing (MLM). “Produk yang mereka tawarkan adalah alat kesehatan. Modusnya diduga mengarah ke skema piramida,” sebutnya, Kamis (7/11/2019).
Dia menjelaskan, para anggota investasi bodong ini akan mendapatkan bonus jika mereka mendapatkan anggota yang banyak. (AO)