Jakarta, Inventori – Komisaris Utama (Komut) PT Hosion Sejati (HS), yakni KHW yang kini menjadi pesakitan lantaran ditahan dan akan menjalani sidang sedang berjuang mendapatkan keadilan. Mendapat penahanan oleh penyidik kepolisian dari Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Mabes Polri, dianggap tak sesuai prosedur. Sebab, ada akte perdamaian dan tanpa hasil audit sebagai bukti keterlibatannya menggelapkan dana perusahaan.
Menurut Kuasa hukum KHW, Laurensius Ataupah, SH, MH ini mengabaikan penerapan keadilan restoratif atau restorative justice sesuai surat edaran (SE) Kapolri nomor 8 Tahun 2018.
“Pidana umum memang bisa dilanjutkan, tapi Pak Kapolri membuat surat edaran restorative justice agar bisa mencapai keadilan. Kasus yang tidak merugikan orang banyak serta bukan kejahatan serius seperti narkoba, terorisme atau korupsi bisa tidak diteruskan penyidikannya. Apalagi, sudah ada surat perjanjian damai lewat pembuatan akte damai dengan pelapor,” ungkapnya di Jakarta, Senin (29/4/2019).
KHW sendiri ditahan sejak 25 Februari 2019 hingga kini oleh penyidik Dirtipideksus, bahkan statusnya sudah naik menjadi P-21 (berkas lengkap) dan segera disidangkan.
Lauren merasa penahanan kliennya tersebut dinilai janggal, tanpa audit. Dia mengaku sudah berkirim surat permintaan audit PT HS belum mendapat jawaban. Serta, permintaan penangguhan pun tak digubris.
Dirinya menjelaskan, dalam sengketa ini sudah terjadi saling membuat laporan polisi antara KHW dan ATS yang tak lain Direktur PT HS. Keduanya, saling menuding adanya indikasi penggelapan dana perusahaan. Sejauh ini, KHW sudah pernah membuat laporan untuk dugaan tindak pidana ATS terhadap penggelapan keuangan perusahaan di Direktorat Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Mabes Polri. ATS pun sempat ditahan, namun lantas dibebaskan lantaran adanya kesepakatan perdamaian yang dibuat dalam bentuk akte perdamaian yang dibuat pada 1 Februari 2019 lalu.
Dalam akte perdamaian tersebut, kedua belah pihak sepakat akan berdamai dan akan mencabut seluruh laporan polisi selama ini serta sepakat melepas kerja sama dalam perusahaan PT HS dan saling berbagi sesuai dengan porsi masing-masing.
Bagi Lauren penahanan KHW menjadi bukti kalau ATS tidak mematuhi isi akte perdamaian yang seharusnya mencabut seluruh laporan polisi terkait dugaan tindak pidana. Alhasil, penyidik Dirtipideksus Mabes Polri tetap melanjutkan proses hukum terhadap KHW, kini statusnya naik hingga penyidikan dan bahkan sudah P-21 (berkas lengkap).
Dia menerangkan, laporan polisi KHW untuk dugaan penggelapan yang dilakukan ATS ke Dirtipidum Mabes Polri dibuat Mei 2018. Penyidik bergerak cepat sehingga pada Juni 2018 ATS ditahan.
“Nah saat ditahan itulah lalu kedua belah pihak sepakat berdamai dan berjanji akan mencabut seluruh laporan yang pernah dibuat. Lalu ATS dilepaskan, dan laporan KHW terhadap ATS di Dirtipidum Mabes Polri tidak dilanjutkan,” jelasnya.
Baginya, penyidik Dirtipideksus Mabes Polri bagai mengabaikan penerapan keadilan restoratif atau restorative justice yang termaktub dalam surat edaran Kapolri nomor 8 tahun 2018.
“Kenapa penyidik Dirtipideksus masih melanjutkan kasusnya mengingat ada restorative justice yang dibuat oleh Kapolri langsung? Padahal di sisi lain, penyidik Dirtipidum saja langsung menghentikan kasusnya setelah terbitnya akte perdamaian,” banding Lauren. (Andri H)