Kutcing, inventori – Pos Komando Taktis Pasukan Perbatasan Indonesia – Malaysia di Kutcing, Kalimantan Barat, jelang petang. Langit mulai menghitam tanda malam sudah tiba.
Beberapa anggota TNI mulai memasak makanan santapan malam. Tanpa sanak saudara, mereka bersenda gurau sembari menyantap masakan sederhana. Pistol tersandang di pinggang, petugas piket bersiaga sembari memanggul laras panjang di pundak.
Selain sebagai garda terdepan penjaga kedaulatan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), para prajurit yang tergabung dalam unit-unit Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan (Satgas Pamtas) ini adalah wajah-wajah terdepan yang wajib merefleksikan “ke-Indonesiaan” bangsa.
Berikut, tiga kisah menarik tentang kehidupan prajurit perbatasan dan kontribusi mereka bagi kehidupan masyarakat di garis-garis terluar tanah air.
Letda Inf Gatot terlihat lebih cekatan pagi itu. Ia bergegas meninggalkan pos jaganya di Guntem Bawang, Kabupaten Sanggai, Kalimantan Barat setelah mempersenjatai diri dengan sejumlah buku dan alat tulis. Bersama beberapa anggota lain dari kesatuannya, Yonif 511/Dibyatara Yudha mengunjungi SDN Gun Jemak mengajar murid-murid di sekolah tersebut.
Sejak beberapa waktu lalu, Gatot dan pasukannya rutin melakukan pembinaan dan memberikan pendidikan kebangsaan dan cinta tanah air kepada 31 siswa kelas III, IV dan V. SDN Gun Jemak.
Hal tersebut juga disampaikan Gatot sebagai salah satu upaya untuk memelihara jiwa nasionalisme masyarakat di wilayah perbatasan. “Pendidikan cinta Tanah Air sangat penting diterapkan kepada segenap warga negara Indonesia, terlebih bagi para pelajar dan usia dini,” ujar Komandan Pos Gutem Bawang Satgas Pamtas RI-Malaysia Yonif 511/Dibyatara Yudha.
Selain untuk memelihara jiwa kebangsaan dan cinta tanah air warga perbatasan, tujuan dari pendidikan dan pembinaan yang dilakukan adalah untuk membentuk masyarakat Indonesia yang memiliki karakter dan mental yang kuat, sehingga dapat melindungi diri dari berbagai ancaman eksternal semacam narkoba.
Serda Slamet, anggota Pos Guten Bawang juga menceritakan, dirinya bersama rekan-rekan rutin mengajari murid-murid Sekolah Dasar, karena sekolah tersebut sangat kekurangan guru.
“Kami ditugaskan di Guntem Bawang untuk menjaga perbatasan RI-Malaysia dan itu menjadi tugas pokok kami, namun kami melihat kondisi di wilayah tanggung jawab kami di daerah disini melihat sekolah dengan keterbatasan guru yang ada dalam memberikan pendidikan kepada anak-anak generasi penerus bangsa, kami merasa terpanggil,” ungkapnya.
“Setiap Jumat pagi kami berangkat ke sekolah SD di Gutem Bawang. Kami memberikan materi IPS, Geografi, PBB dan Bela Negara kepada 32 orang murid, “terang Slamet.
Cerita yang sama juga disampaikan salah satu anggota Pos Pamtas Pos Pala Pasang, Kopda Rendi
Selain melaksanakan tugas pokoknya sebagai penjaga kedaulatan negara, dia juga membantu mencerdaskan anak-anak Dusun Pala Pasang dengan menjadi tenaga pendidik di Sekolah Dasar Negeri (SDN) dusun tersebut.
Ini semua dilakukan oleh Kopda Rendi karena terbatasnya jumlah guru yang ada sekolah tersebut. Kegiatan mengajar ini menjadi program dari Dansatgas Pamtas Yonif 511/DY Letkol Inf Jadi, membantu segala kesulitan yang dialami oleh masyarakat sekitar Pos Pamtas.
Rendi juga harus berjibaku menyeberangi sungai Muruas menuju sekolah bersama anak didiknya.
“Pada saat musim hujan, sungai ini relatif sulit untuk diseberangi karena air meluap dan arus besar,” ujarnya.
Dansatgas Pamtas Yonif 511/DY Letkol Inf Jadi, kata dia, berencana untuk membuat jembatan demi memudahkan anak-anak Dusun Pala Pasang pergi ke sekolah. “Saat ini kami sedang mengupayakan pembuatan jembatan agar anak-anak dan masyarakat mudah menyeberangi sungai,” tuturnya.
Ketika ditanya suka duka selama lima bulan mengamankan perbatasan Indonesia–Malaysia, ketiganya kompak menjawab mereka agak kesulitan menghubungi keluarga sebab kawasan hutan minim transmisi provider telekomunikasi.
“Padahal komunikasi melalui telepon menjadi satu-satunya mengusir kerinduan pada keluarga. “Itupun kalau sempat menemui area yang ada sinyal. Wilayah di sini mayoritas belum ada jaringan teleponnya sehingga harus hafal lokasi jaringan yang kuat,”terang ketiganya.
Pasukan penjaga perbatasan Yonif 511/DY memiliki 29 pos yang menjadi wilayah tanggung jawabnya. Setiap pos berjumlah 13 personel untuk mengamankan dan memastikan patok batas terjaga dengan kokoh.
Mereka menyadari tugas mulia ini tantangannya jauh dari keluarga. Mereka meninggalkan istri dan anaknya selama bertugas di perbatasan. Demi tugas negara, mereka pun harus berlebaran hanya ditemani pasukan dan warga Gutem Bawang jauh dari anak dan istri.
(Minggus)