Jakarta, Inventori – Mengambil Pengalamannya dari negara – negara ex Jajaran Inggris yang pernah ia kunjungi, mulai dari negera RRC, Portugis, Malaysia, Dan Brunai, Hartono Tanuwidjaja, SH, MSi, MH mendapat pelajaran berharga. Bagi nya, Indonesia saat ini sudah cukup maju, tapi sangat ketinggalan dalam penegakan hukum.
Saat wartawan Inventori berbicang – bicang di Low Office Hartono Tanuwidjaja SH, MSi, MH, Ia mengutarakan, dalam memajukan sebuah negara, ada empat pilar penting yang perlu diperhatikan. Baginya yang terpenting tentang hukum, ekonomi, dan politik yang disebutnya dengan istilah ‘Trisula.’ Sedang pilar yang ke-4, itu dasar negara (falsafah negara). “Jadi ada tiga Trisula dalam konteks negara berdiri memajukan kesejahterakan rakyat,” Ucapnya belum lama ini.
Hartono menerangkan, dari segi konteks politik, kita sudah mengalami berbagai peristiwa. Sejak merdeka tahun 1945, empat tahun kemudian yaitu tahun 1949, negara sudah berubah menjadi Negara Indonesia Serikat (RIS). Kemudian (1950), berubah menjadi Negara Kesatuan. Selanjutnya, tahun 1956 kembali ke Undang undang Dasar 1945. Artinya, berdasarkan UU Politik, Indonesia sudah mengalami beberapa perubahan untuk menemukan bentuk yang bisa diterima ataupun di akomodasi oleh negara Indonesia ini. Dalam perubahan itu, konteks politik itu ada Parlementer dan Presidensial. Kita sempat jadi negara Parlementer pada masa Perdana Menteri Syafruddin Prawiranegara.
Bicarakan Mengenai Trisula politik, Hartono menganggap bahwa Trisula politik ke-1 sudah pernah beberapa kali melakukan perubahan pergantian sistem, mana lebih baik dan bisa diakomodasi oleh negara dan bangsa Indonesia.
Trisula ke-2 menyangkut ekonomi, dari yang tadinya ekonomi kerakyatan, terus ekonomi gotong royong (jaman presiden Soekarno), kemudian menjadi ekonomi Pancasila Terpimpin, baru ekonomi Pancasila. Akan tetapi, kita lihat dalam 73 tahun terakhir ini, perekonomian kita meskipun sudah berapa kali mengalami perubahan ternyata masih banyak ketinggalan, Fakta/bukti ini yang paling nyata, pada saat sebelum Presiden Jokowi, yaitu dweling time, hal itu merupakan proses ekonomi.
Hartono mengungkapkan, terkait bongkar muat di pelabuhan Tanjung Priok sampai melebihi 30 hari bahkan bisa tiga bulan. Sementara pada masa Presiden Jokowi, ini diperintahkan harus tidak melebihi waktu dari 3 hari. Artinya, perubahan begitu drastis konteksnya.
“Nah.., dalam konteks Trisula ekonomi kita, kabinet sudah sejak awal membentuk/menentukan Menteri Keuangan (ekonomi), sampai kemudian muncullah Menko Perekonomian berkisar 10 sampai 15 tahun terahir. Jaman Megawati itu sudah ada, Menko Perekonomian yang dijabat Kwik Kian Gie. Artinya, kita sudah berubah,” Ujar Hartono sambil mengkoreksi Berkas Kerjanya di ruang kantornya.
Lebih lanjut Hartono memaparkan hasil pemikirannya, mengenai kebijakan Trisula ke-3 yaitu hukum, jelas Indonesia adalah negara hukum rechstaat. Tapi aktualnya kan melenceng menjadi negara dagang hukum, bukan negara hukum. Kenapa demikian, karena banyak realita nya di masyarakat. “Contohnya di kepolisian, orang lapor hilang ayam ruginya kambing atau sapi, orang mau gugat orang lain itu biayanya murah karena hanya bayar Rp 650.000 plus satu pihak Rp.350.000, totalnya kan Rp 1 juta tambah surat kuasa dan pendaftaran. Dengan biaya sedemikian, orang bisa menggugat Rp 10 Miliar sampai Rp 100 Triliun, dengan satu gugatan itu begitu murah dan begitu gampang. Namun, begitu proses itu menjelang akhir atau putusan barulah muncul ‘hakim’, (hubungi aku kalau ingin menang),” ungkapnya.
” Ada proses ekonominya disitu, transaksi ya atau tidak dilakukan ya semua ingin menang. Di polisi dan di jaksa sama juga, jaksa yang seharusnya mewakili korban yerkadang memperdagangkan keadilan ini, seperti P-18, P-19 dan P-21 harus bayar sekian. Tuntutan besar kecil (tinggi rendah) dipermainkan, itu semua adalah kondisi, realita yang dalam tanda kutip adalah menurunkan derajat nilai hukum di negara kita. Orang luar negeri tahu orang Indonesia gampang disuap/sogok, ” Tambah Hartono dalam penjelasannya.
Meskipun kantor cabang KPK dibuka disetiap provinsi, suap pasti ada. Kenapa, karena sistem hukumnya korup.
Konteks yang saya bicarakan ini ialah mengingat sudah 350 tahun kita dijajah Belanda, lalu kita mewarisi hukum belanda 350 tahun, dijajah Jepang 3,5 tahun, masa merdeka 73 tahun. Totalnya, sudah 426,5 tahun menggunakan hukum warisan Belanda.
Sudah puluhan tahun yang namanya RUU KUHP diolah, tapi sampai sekarang belum selesai. “Kayak sodok dodol, sodok sana sodok sini, putar sana putar sini ga selesai selesai, itu dari jaman Prof Muladi, Prof Sahetapy, Prof Andi hamzah sampai Prof Eddy Omar Sharif Hiariej, entah kapan selesainya, ” ungkap Hartono dengan penuh tanda tanya.
Pertanyaannya, dengan sistem hukum kita yang sekarang “lebih cenderung korup” selama 426,5 tahun dijajah itu, kenapa kita engga berfikir ganti yuk sistem hukum kita Eropa Continental jadi hukum yang dianut Amerika atau sistem hukum Anglow Saxson.
Advokat senior Hartono Tanuwidjaja menambahkan, negara yang menganut hukum tersebut seperti Singapura, Hong Kong, Macau atau beberpa negara lain relatif lebih baik. Dinegara tersebut, seperti Hong Kong jarang ada perkara, justru Di Macau sama sekali ga ada perkara, padahal negara ini negara judi. Gedung dan pengadilannya tidak ada aktifitas hingga seperti gedung mati. Begitu juga, engga pernah ada keributan disana dan sesuatu yang aneh. “Itu berarti kesadaran hukum masyarakatnya tinggi.
“Kenapa kita engga mau merubah sistem hukum kita itu? Waktu politik kan boleh berubah, kenapa kita engga coba? Coba dong, masa kita 426,5 tahun begini terus, Apa kita masih mau nunggu sampai 500 tahun atau 1000 tahun lagi, dengan mempertahankan hukum korup seperti ini?, ” tanya hartono.
Kalau seperti begini dipertahankan, ya sudah engga ada habisnya, pasti ada OTT KPK, ada yang ditangkap ada yang korupsi. Itu sudah menjadi kejadian sehari – hari, dan engga ada perubahan.
“Perubahan hukum tersebut mungkin belum dipikirkan, mungkin pula belum ada keberanian untuk merubahnya. Karena itu seperti yang saya bilang terdahulu, yuk kita rubah sistem hukum kita ke sistem Anglo Saxson seperti di Amerika, Inggris dan negara negara lain, Mereka maju kok, kenapa kita tidak ikutan system mereka, ” Harap Hartono.
“Buktinya dengan perubahan sistem, politik kita engga apa apa kan..! Kalau engga cocok nanti balik lagi boleh tetapi ada keberanian untuk berubah, ” Pungkas Hartono Tanuwidjaja.
(Minggus)
Sumber Foto : infobreakingnews