INVENTORI.CO.ID – Jakarta – PT Bank Tabungan Negara (BTN) Tbk siap menerbitkan negotiable certificate of deposit (NCB) sebesar Rp 1 triliun pekan ini. Selain itu, tahun depan perseroan juga berencana menerbitkan Efek Beragun Aset berbentuk Surat Partisipasi (EBA-SP) sebesar Rp 2 triliun.
Dalam keterangannya, Direktur Keuangan dan Treasury BTN Iman Nugroho Soeko meyakinkan, kalau sumber pendanaan yang dipilih perseroan beragam, seperti obligasi, NCD, dan pinjaman bilateral. Sementara, likuiditas masyarakat saat ini rendah karena pertumbuhan kredit juga belum kencang. Karena itu, pihaknya memilih NCD karena lebih mudah diterbitkan. NCD adalah deposito yang sertifikat bukti penyimpanannya dapat diperjualbelikan, dengan bunga yang kompetitif dibanding deposito.
“Minggu ini kami closing, mau terbitkan NCD Rp 1 triliun, itu mudah sekali, karena kami pikir perlu. Jadi funding follow kredit, NCD itu untuk modal kerja biasa saja untuk satu tahun kami terbitkan, supaya deposan- deposan tidak minta bunga terlalu tinggi,” jelas Iman di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, beberapa waktu lalu, dilansir dari beritasatu.com.
Menurutnya, penerbitan NCD digunakan untuk modal kerja perseroan, selain juga untuk menjaga likuiditas bank. Perseroan memilih menerbitkan instrumen tersebut karena memiliki bunga yang kompetitif dari deposito. Kemudian, biaya dana dari NCD ini juga kompetitif jika dibandingkan deposito.
Iman menerangkan, jika perseroan menerbitkan NCD dan pembelinya hanya bank, pihaknya tidak perlu menyimpan 6,5% pada giro wajib minimum (GWM) di Bank Indonesia (BI). Sedangkan jika menerbitkan NCD harus membayar Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebesar 0,2%, sehingga biaya dana pinjaman (cost of loanable fund) sebesar 6,2%.
Dia juga mengatakan, pihaknya akan menerbitkan EBA-SP dari PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) atau SMF sebesar Rp 2 triliun tahun depan. Menurutnya, hal tersebut naik dua kali lipat karena pertumbuhan kredit perseroan yang tinggi dan memungkinkan untuk menerbitkan instrumen tersebut untuk ekspansi kredit.
“Kami maunya sekaligus di awal tahun Rp 2 triliun, karena kalau di awal kami bisa mencatatkan pendapatan berbasis komisi (fee based income) lebih awal. Kalau kami terbitkan Desember kan cuma 1 bulan, ini bisa 12 bulan bahkan bisa 9 bulan dicatatnya,” papar Iman.
Lebih lanjut dia menjelaskan, penerbitan EBA-SP tersebut dapat sebagai tambahan permodalan bank, tambahan likuiditas, dan pendapatan fee based. Saat ini fee based BTN sudah tumbuh hampir 38% yoy karena perseroan fokus meningkatkan fee based income.
“Karena kami tidak punya banyak produk, jadi kami harus genjot dari produk yang kami punya dari kredit untuk mendapat fee based. Kontribusi fee based masih 7% terhadap pendapatan, tapi pertumbuhannya tinggi,” ungkap Iman. (Tumpal)