Jakarta –Â Kasus yang menjerat Buni Yani terkait pasal 32 ayat 1 UU ITE tidak bisa dipidanakan karena terdakwa bukan mengunggah video yang bersifat rahasia.
Demikian diungkapkan oleh Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra saat memberikan kesaksiannya dalam sidang lanjutan yang digelar di Gedung Perpustakaan dan Arsip Kota Bandung, Selasa (12/09/2017).
“Jadi kalau orang kemudian meng-upload atau menyebarluaskan sesuatu yang kemudian diubah isinya itu bisa dipidana. Tapi itu terkait dengan ayat 3, yaitu kalau sesuatu itu memang bersifat rahasia,” ujar Yusril.
Menurutnya, seseorang bisa dipidana apabila publik tidak menemukan sumber asli video. Tetapi dalam kasus Buni Yani, ia mengunggah video yang telah disiarkan pemerintah DKI Jakarta melalui platform Youtube.
Selain itu, ia berpendapat bahwa kasus Buni Yani masuk dalam delik materiil yang diatur dalam pasal 36 UU ITE. Artinya, dakwaan jaksa mengenai pasal 27 dan 32 ayat 1 harus menimbulkan akibat, atau kerugian bagi masyarakat.
Sementara terkait pasal 28 yang disangkakan, ia berpendapat Buni Yani hanya mengutip pernyataan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) saat berada di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Tidak ada unsur berita bohong atau fitnah yang dilakukan Buni Yani, sehingga pasal 28 seharusnya tidak disangkakan kepadanya.
Meski begitu, seluruh pasal-pasal yang disangkakan membutuhkan penafsiran dari majelis hakim. Ia berharap keterangannya bisa menjadi pertimbangan hakim untuk memutuskan hukum seadil-adilnya.
“Saya kira nanti majelis hakimlah yang harus menafsirkan norma-norma itu seadil-adilnya bagi yang bersangkutan,” kata Yusril.
Menanggapi hal tersebut Jaksa Penuntut Umum Sufari, S.H., M.Hum mengatakan, hakim dalam memutus suatu perkara tidak terikat pada pendapat hukum.
“Dua orang ahli hukum atau lebih bertemu maka akan menghasilkan tiga pendapat hukum atau lebih,” imbuh Sufari yang juga menjabat Kepala Kejaksaan Negeri Depok, kepada INVENTOR, di Jakarta, Rabu (13/09/2017). (ferry)